Dolar AS sampai saat ini terus bergerak stabil di level Rp 11.500-Rp 11.600. Rupiah yang kembali menguat ini terjadi akibat beberapa faktor yang berasal dari global maupun domestik.
"Dari global, setidaknya ada tiga faktor pendukung keperkasaan rupiah. Pertama, isyarat Chairman the Fed yang baru Janet Yellen yang meyakinkan pasar bahwa the Fed akan melanjutkan kebijakan bank sentral dalam menyediakan stimulus moneter untuk memperkuat ekonomi," ungkap Ekonom dari FEUI, Muslimin Anwar saat berbincang dengan detikFinance.
Pernyataan tentang kontinuitas dan akomodatif tersebut telah meningkatkan kepercayaan investor untuk kembali menempatkan ekses likuiditas global di pasar keuangan emerging markets, termasuk Indonesia. Pasar Saham dalam negeri kembali bergairah sebagaimana ditunjukkan oleh IHSG yang meningkat seiring dengan kembali masuknya arus modal asing.
"Kedua, harga komoditas global mulai menunjukkan tren penguatan, seiring dengan mulai menguatnya permintaan komoditas dari negara maju seperti Jepang dan AS serta negara emerging market seperti China," ungkapnya.
Ketiga, pertumbuhan ekonomi dunia mulai menunjukkan perbaikan baik di negara maju seperti AS dan Jepang maupun negara berkembang yang selama ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi dunia seperti China dan India, termasuk Indonesia.
Bahkan, Eropa yang diprakirakan mengalami kontraksi ekonomi 0,4% di akhir 2013, justru tumbuh positif. Negara adidaya AS diprakirakan akan meningkat GDP nya pada semester II-2013 dan mencapai sekitar 3,5% pada akhir 2014.
Sementara, Muslimin menambahkan dari domestik, setidaknya ada lima faktor fundamental ekonomi dan teknikal dalam negeri yang cukup kuat.
Pertama, surplus transaksi modal dan finansial di tengah defisit current account pada triwulan IV-2013 yang menurun cukup tajam menjadi 1,98% dari triwulan sebelumnya yang 3,85%. NPI yang membaik ini menjadi faktor perbaikan fundamental yang positif.
Kedua, membaiknya fundamental ekonomi Indonesia ini juga ditopang oleh membaiknya kinerja ekspor seiring dengan meningkatnya permintaan dari negara-negara tujuan ekspor seperti AS, Jepang dan China.
"Ketiga, inflasi yang masih terkendali di tengah anomali cuaca, banjir, dan tertundanya masa panen raya," katanya.
Adapun yang keempat, law enforcement untuk menggunakan uang rupiah dalam setiap transaksi di dalam negeri sesuai UU Mata Uang mendorong peningkatan penggunaan Rupiah ketimbang transaksi dalamvalas di domestik.
Dan kelima, adanya kebijakan perluasan instrumen lindung nilai (hedging) dalam transaksi valuta asing sehingga memberikan ketenangan bagi pelaku ekonomi untuk tidak menimbun dolar AS atau mata uang asing lainnya.
"Kesemuanya itu telah mendukung persepsi positif terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Selain itu pemberian predikat the Guiders kepada Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, dari kantor berita the Financial Times turut meningkatkan kepercayaan pasar," kata Dia lebih jauh.
"Potensi rupiah kembali berada di bawah Rp 11.000 tentunya terbuka lebar sepanjang faktor global dan domestik tetap kondusif," ungkapnya.
Untuk dolar AS menuju di bawah Rp 11.000, Muslimin mengatakan dari dalam negeri setidaknya ada 3 hal yang perlu dilakukan. Pertama, reformasi ekonomi struktural harus terus dilaksanakan di tahun politik yang berisiko tidak fokus pada pembangunan infrastruktur.
Kedua, pemerintah harus dapat menjamin pemilu dapat berlangsung secara aman, adil dan jujur agar melahirkan presiden yang pro pada pertumbuhan ekonomi namun tetap menjaga inflasi pada level yang rendah dan terkendali agar tidak menggerus daya beli.
Dan ketiga, Bank Indonesia tetap diminta untuk menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
"Kestabilan nilai tukar sangat penting dalammencapai stabilitas harga dan stabilitas sistem keuangan," tutupnya.
KOTAK KOMENTAR
|