Meminum
wine dalam dosis yang berlebihan tentu tak baik bagi kesehatan. Seperti
Jessica Deelay yang nyaris meninggal karena dalam kurun 3 tahun minum
anggur dan cider (sari buah fermentasi) berlebihan.
Seperti
dikutip dari The Sun, selama 3 tahun Jessica telah
menenggak hingga 5 liter cider ditambah 3 botol wine setiap hari.
Meskipun dalam 4 tahun terakhir ia tidak mengonsumsinya, tetapi riwayat
mengerikan mengenai apa yang ia minum tetap ada.
Karena
tindakannya ini ia menderita pankreatitis dan harus mengunjungi rumah
sakit setiap hari untuk mengobati pankreasnya yang rusak dan memerah.
Dia juga memiliki abses pada hati dan pankreasnya. Jessica harus hidup
dengan stent pada pankreasnya dan kantong plastik di punggungnya untuk
mengumpulkan cairan dari pankreas.
"Ini bukanlah cara yang seharusnya dilakukan oleh orang berusia 25 tahun," ujar Jessica.
"Karena
ada tas plastik yang selalu menempel di punggung saya, saya tidak bisa
memakai atasan ketat yang saya suka. Kadang-kadang saya harus
menggantinya karena itu sangat bau," imbuh Jessica.
Dia
menambahkan dokter sempat berpikir bahwa operasi dapat membantu. Tetapi
bisa jadi operasi justru akan membahayakan dan meninggalkan luka yang
besar di tubuhnya.
"Saya pikir saya terlalu muda untuk menerima risiko dari alkohol, ternyata saya salah," ungkapnya.
Jessica
masih berusia 15 tahun saat ia suka menenggak alkohol. Dalam waktu dua
tahun selera minumnya menjadi seperti tak terkendali.
"Pacar
saya berselingkuh dan saya minum dari pagi sampai malam. Saya minum 7
botol cider dan beberapa botol anggur," kisah Jessica.
Yang
lebih mengerikan, Jessica mengaku tidak dapat berpikir tanpa meminum
alkohol. Bahkan ia tidak dapat membaca koran dan merasa tak dapat
bertahan tanpa alkohol. Karena itu dalam waktu 6 bulan, Jessica merasa
membutuhkan alkohol agar tubuhnya berfungsi normal. Karena meminum
alkohol berlebihan, serinjg kali Jessica gemetar ketika mabuk dan
kondisi itu membuat keluarganya sangat takut.
"Orang
tua saya benar-benar ketakutan ketika saya duduk untuk minum teh
bersama mereka, karena makanan saya bisa terbang dari garpunya sebab
saya bergetar begitu hebat," katanya.
Menurut
Jessica, bahkan keluarganya sering mengusirnya keluar rumah. Saat itu
terjadi, dia akan menghabiskan beberapa pekan di rumah temannya. "Tetapi
mereka selalu membawa saya pulang karena khawatir," ucap dia.
Jessica
yang tidak bekerja itu sering mengunjungi kakeknya demi mendapat uang.
Kemudian uang yang didapatnya itu digunakan untuk membeli minuman keras.
Namun Jessica selalu berupaya menyembunyikan kondisi mabuknya.
"Saya beradu argumentasi ketika mabuk, dan orang tua saya tidak ingin saya seperti itu," ucap Jessica.
"Saya akan bangun, berkeringat, dan gemetar. Itu mengerikan," tambahnya.
Jessica
menuturkan dirinya akan pergi minum alcopops, cider dan wine di rumah
temannya atau di jalan jika tak punya tempat lain untuk menikmati
minuman itu. Bahkan karena mabuk, Jessica pernah menjadi menyerang
seorang polisi yang membuatnya kemudian ditangkap.
Ketika
tubuh Jessica mulai menolak alkohol sama sekali, ia sering muntah dan
telah mengalami kram perut serta terengah-engah. Selain itu, rambutnya
menipis dan ia mengalami kebotakan.
Suatu
hari di bulan OKtober 2008, ia tak mampu berdiri dan harus merangkak
sepanjang lantai. "Semua organ tubuh saya mati dan saya merasa seperti
sedang sekarat. Saya hampir tidak bisa bergerak tapi saya berhasil
memanggil ambulans dan dibawa ke Rumah Sakit Furness," kenangnya.
Di
ambang kematiannya, Jessica mengalami koma 3 pekan. Dia pun mendapat
pengobatan dan monitoring selama 24 jam dalam seminggu oleh dokter.
Ketika Jessica terbangun, dokter menguras pankreas yang berisi cairan
beracun dengan alat pengering yang dibuat dan dipasang di punggungnya.
Akhirnya ia dizinkan keluar RS pada Februari 2009.
Meskipun
tak lagi minum alkohol setetes pun namun tubuh Jessica masih saja
lemah. Pada Agustus 2009, dia kembali dilarikan ke RS dan mengalami koma
keduanya selama empat pekan. Dokter pun kembali menguras tubuhnya.
Alhasil,
perayaan ulang tahun ke-21, Natal, dan Tahun Baru dilakukan Jessica di
rumah sakit. Sebab kondisinya terlalu parah untuk meninggalkan RS.
Tubuhnya yang rusak terhubung dengan banyak kabel dan dia diberi aneka
obat-obatan untuk mengatasi rasa sakit.
"Pada satu titik, itu sangat menakutkan, saya berpikir saya sudah benar-benar rusak dan tidak bisa disembuhkan," kata Jessica.
Namun
akhirnya, pada Januari 2010 ia dinyatakan sembuh dan bisa meninggalkan
RS. Tiga tahun lalu ia bertemu pria yang kemudian jadi suaminya, Luke
Duncalfe. Saat ini mereka telah memiliki dua putra yakni Joby (16 bulan)
dan Cody (6 bulan). Namun karena tubuh Jessica yang 'rusak', kedua
anaknya lahir prematur. Kedua bocah itu mengalami kondisi yang disebut
epidermolisis bulosa, yakni kondisi di mana mereka kehilangan lapisan
kulit.
"Joby
lahir 10 minggu lebih awal dan dokter melihat ada masalah ketika ia
berhenti makan setelah beberapa hari dan ia menjadi kembung," kata
Jessica.
Petugas
medis mendiagnosis anak Jessica epidermolisis bulosa dengan atresia
pyloric yang berarti anaknya memiliki masalah dengan saluran pencernaan
dan hilangnya lapisan kulit. "Aku merasa sangat bersalah karena mereka
begitu kecil dan rentan," ujar Jessica.
Meskipun
Jessica tak lagi minum minuman keras saat ia hamil, namun menurut
dokter dampak minuman keras berlebihan di masa lalu bisa dirasakan
anaknya, apalagi tubuh Jessica telah rusak. Anak Jessica menjalani
operasi untuk memperbaiki kondisi perutnya tetapi ia akan tetap hidup
dengan kulit sensitif dan lecet selama sisa hidupnya.
Anak
kedunya, Cody, lahir dengan kondisi yang sama. Selain itu, bayi Joby
dan Cody hanya bisa dimandikan dengan Dermatol karena kulit mereka
sangat rapuh terhadap produk perawatan bayi yang dijual di pasaran.
Walau demikian Jessica sangat bahagia bisa menjadi seorang ibu.
"Saya
selalu beranggapan bahwa setelah semua yang saya lakukan untuk tubuh
saya, saya tidak akan bisa punya anak. Tentu saja saya merasa sedih
dengan kondisi mereka, tetapi saya harus hidup dengan rasa bersalah
itu," kata Jessica.
Jessica
sendiri bertekad akan memberitahukan pada anaknya betapa mengerikan
dampak alkohol ketika mereka sudah cukup besar dan mampu menerima
informasi sehingga mereka mengerti. Ia sungguh menyesal dengan perbuatan
yang mengakibatkan hidupnya berantakan namun waktu memang tak dapat
diulang sehingga ia harus tetap menatap ke depan.
"Sekarang, saya hanya melihat ke depan demi masa depan keluarga saya," kata Jessica.
Dengan
banyaknya jumlah peminum dan juga peminum di bawah umur di Inggris
Jessica memutuskan untuk angkat suara. Dia ingin ikut memperingatkan
bahaya mabuk-mabukan bagi kesehatan seseorang.
(vit/vit)
KOTAK KOMENTAR
|