Trio pesepeda asal Pekanbaru sejak bulan lalu telah memulai petualangan menjelajahi 7 negara Asia. Di setiap negara yang dilalui, tiga serangkai Tasman Jen, Tri Joko Waskito, dan Josef Situmorang, akan melaporkan kisah perjalanan menarik mereka dan diterbitkan Tribun Pekanbaru setiap pekannya.
Awal pekan ini, perjalanan kami terasa begitu berat. Senin (25/11/2014), perjalanan dari Udon Thani menuju Kota Vientiane, perbatasan Thailand dengan Laos dibebani kekhawatiran. Bukan karena jalur perjalanan yang berat, namun karena kami kehilangan kawan.
Sitor Situmorang, ngacir duluan. Kami samasekali tak tahu keberadaannya. Beragam upaya komunikasi selalu gagal. Telepon, pesan di Facebook dan email samasekali tak berbalas. “Masya Allah, berilah kami keselamatan,” bisiku dalam hati.
Meski begitu, saya (Tasman Jen) dan Joker tetap mengayuh sepeda. Berharap dalam hati, bisa bertemu di jalan dengan Sitor alias Opung. Beberapa pos polisi yang dilewati pun, disinggahi. Sekadar bertanya, apakah ada melihat orang dengan ciri-ciri seperti Opung. Jawaban yang kami terima, nihil. Begitu pula dengan belasan kilo perjalanan dilalui, batang hidung Opung tidak juga muncul.
Di tengah kepanikan, saya teringat Pak Didid, petugas di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bangkok. Saya coba mengontak. Alhamdulillah, tersambung. Lewat percakapan telepon,Pak Didit mengatakan, ia sudah menghubungi kantor konsulat di Vientiane.
“Saya sudah sampaikan ke petugas di sana. Agar segera mengabari, bila Sitor mampir di tempat itu,” sebutnya. Kabar dari Pak Didit sedikit melegakan.
Menjelang memasuki Kota Vientiane di sore hari, Rabu (26/11/2014), Tasman Jen dan Tri Joko Waskito mendapat telepon dari Alex. Petugas di konsulat RI di Vientiene. Ia mengabarkan Opung sudah selamat sampai kantor tersebut.
Alhamdulillah...hati pun seketika menjadi tenang. Di Kota Vientiane kami berkumpul kembali. Menginap satu malam.
Pada Kamis (27/11/2014) perjalanan pun dilanjutkan menuju perbatasan Thailand - Laos. Di gerbang kantor Imigrasi Thailand yang berada di ujung jembatan Friendship Bridge. Paspor kami pun distempel petugas imigrasi, pertanda kami resmi meninggalkan negara Gajah Putih.
Selanjutnya kami pun bersepeda di atas jembatan yang membentang di atas sungai Mekong. Jembatan itu adalah kawasan netral di antara perbatasan Thailand-Laos.
Selanjutnya, di ujung jembatan sudah menunggu pintu imigrasi Laos. Setiba di sana, kami disodorkan form isian imigrasi dan dilayani dengan ramah. Selanjutnya, "Plak"...Saya mendengar stempel petugas imigrasi Laos. Alhamdulillah, kami pun akhirnya menjejakan kaki di negara komunis ini. (Tribun Pekanbaru)
KOTAK KOMENTAR
|