Sinar matahari sore tinggal separuh. Gerombolan kuli bangunan tampak berjalan bergegas. Satu per satu keluar dengan wajah lelah dari balik pagar proyek gedung pencakar langit di Dubai, Uni Emirates Arab. Jam kerja baru saja kelar.
Di antara mereka yang bergegas, terselip seorang pria berumur 35 tahun. Perawakannya kurus. Kulitnya hitam. Tampilannya kumel karena sebagai kuli bangunan dia setiap hari berjemur di bawah terik matahari.
Dengan segudang penat di tubuh, Shabbir Bahai Fakhr Al Deen, begitu nama si kuli, menyusuri kawasan elit tempat dia bekerja. Ia berjalan menuju arah pulang ke rumah.
Namun di sebuah jalan langkahnya seketika terhenti. Matanya mendadak melihat sebuah tas jinjing berkelir hitam tergeletak di pinggir jalan wilayah Al Rashidiya, selatan Bandara Internasional Dubai.
Dahinya berkenyit. "Ini tas siapa?" tanya Shabbir dalam hati.
Matanya menyapu sekeliling jalanan yang berdiri hunian super megah ekspariat dengan pagar menjulang tinggi. Sayang, tak ada seorang pun ada di sana untuk ditanyai.
Tas itu seperti tak bertuan. Tertinggal atau sengaja dibuang si empunya. Entahlah. Shabbir belum mendapat jawabannya.
Di tengah kebingungan, ia memberanikan diri membuka isi tas.
Begitu resleting tas dibuka, Shabbir terkaget-kaget melihat setumpuk uang senilai 50 ribu riyal. Jika dirupiahkan uang bernilai sekitar Rp 167 juta.
Bagi seorang kuli bangunan miskin macam dirinya, kejadian itu membuat dia shok. Bekerja banting tulang pun belum tentu dia bisa mendapatkan uang itu dalam waktu cepat.
Namun, 'fulus kaget' itu rupanya tidak membuat Shabbir gelap mata. Dia sadar dia tinggal di kota kaya raya, di mana biaya hidup begitu tinggi sehingga membuat orang cenderung permisif. Di kota itu ada pepatah, kekayaaan, kalau bisa, didapat dengan segala cara.
Tapi Shabbir menolak pandangan itu. Bukan seperti itu cara ia mendapatkan uang. Setelah menimbang cukup lama, ia putuskan uang itu tak ditilep sepeser pun. Dia justru buru-buru mengembalikan uang tersebut ke kantor polisi.
Polisi yang didatangi terkejut. Kuli bangunan mengembalikan uang ratusan juta bukanlah kejadian biasa. Apalagi di tengah kota Dubai, kota yang acuh dan tengah bersolek menjadi kota termodern di dunia Arab.
Kejujuran Shabbir mengembalikan uang ratusan itu langsung mendapat sanjungan dari aparat kepolisian di Al Rashidiya.
Kolonel Khalid Mohammad Ahmad Al Suhool, Kepala Polisi Al Rashidiya tanpa sungkan menganugerahkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Shabbir.
"Ini contoh pentingnya kolaborasi antara masyarakat dan polisi," komentar Khalid menilai perbuatan Shabbir.
Selain penghargaan, kepolisian Al Rashidiya juga memberikan hadiah kepada Shabbir. Sayang tak diungkapkan, hadiah apa yang diberikan oleh kepala polisi tersebut.
Dalam acara penghargaan itu, hadir pula pejabat polisi lainnya dan perwakilan dari perusahaan bahan konstruksi Majid Bin Qitara Construction Materials Company, di mana Shabbir bekerja.
"Segera setelah saya menemukan uang tunai itu, saya merasa kasihan dengan pemilik tas, memikirkan kesusahan yang ia alami. Sungguh senang melihat dia mendapatkan kembali uangnya," kata Shabbir.
Hingga saat ini, tidak jelas siapa pemilik sah dari uang tunai yang ditemukan Shabbir tersebut
Shabbir mengaku ingin bekerja secara jujur dan tak mau memberi makan dirinya dan keluarganya dengan uang haram. "Saya tidak pernah mau mengirim uang haram ke rumah."
Di zaman sekarang, kejujuran memang mahal sekali harganya. Ketika arus zaman menyeret orang-orang menghalalkan segala cara demi menggemukkan uang di saku, Shabbir memilih jalan berbeda.
Shabbir memilih tidak ikut dalam arus besar itu. Tujuan tidak selalu menghalalkan segala cara. Juga bagi seorang kuli bangunan seperti dirinya. Kejujuran Shabbir karenanya boleh dibilang bukan kejujuran biasa… (eh)
(Sumber: Gulf News dan All Bawaba)
KOTAK KOMENTAR
|