Sunday, 14 June 2015

Nabi Membolehkan Nyanyian dan Permainan di Masjid




komentar | baca - tulis komentar

nyanyi tombak
Nabi juga membolehkan nyanyian, nasyid, dan pembacaan syair2.
Penyair Hasan bin Tsabit biasa mendendangkan syair di masjid di depan Nabi. Kaum Habsyi bahkan ada yg bermain tombak di masjid sementara Nabi dan Siti ‘Aisyah menonton. Saat menggali parit sebelum Perang Khandaq, Nabi dan sahabat mendendangkan lagu untyk membangkitkan semangat.. Wahabi paham tidak hadits2 itu? Apa hadits2 itu cuma di kerongkongan?
Wali Songo sbg ulama pewaris Nabi paham hadits tsb ketimbang kaum muda akhit zaman yg cuma bisa bikin keributan dgn ucapan tidak sesuai sunnah, bid’ah, haram, dsb.
Walisongo justru sesuai Nabi.
Ta’lim di masjid yg gratis paling jemaahnya cuma 200 orang. Sementara konser 1D yg tiketnya 5 jutaan ditonton 50.000 orang. Begitulah Walisongo menarik rakyat Jawa yg beragama Hindu ke Islam. Dgn hiburan dakwah seperti Wayang dan tembang Lir Ilir.
Coba jika Walisongo mengadakan kajian hadits seperti Wahabi. Apa ada rakyat Jawa yg saat itu Hindu mau datang dan masuk Islam? Kalau Wali Songo cuma bilang: “Ini tidak ada haditsnya. Ini bid’ah. Dsb” Apa ummat Hindu mau masuk Islam?
Saat Indonesia sudah jadi mayoritas Muslim saja sedikit yg hadir di pengajian. Apalagi saat beragama Hindu.
Pada lagu Bimbo disebutkan bahwa Nabi Daud adalah penyanyi yang bersuara merdu. Di antara lirik lagunya:
Gembala penyanyi telah mengalahkan raja zalim
Kepada manusia pesan Tuhan dia nyanyikan
Daud bernyanyi.
Burung-burung, Gunung ikut bertasbih bersama Daud
Angin dan ombak memuja Tuhan bersama.
Indahnya nian dan amat merdunya.
Itu adalah lagu yang diciptakan Taufik Ismail yang kemungkinan dari Hadits. Di Al Qur’an saya dapati ayat2:
“…(Kami berfirman): “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud”..” [Saba’ 10]
“…telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud..” [Al Anbiyaa’ 79]
Pahami ayat2 di atas bahwa burung-burung bertasbih bersama Daud. Tidak mungkin burung itu mengucapkan kata2 manusia seperti Subhanallahu, Alhamdulillah, dan Allohu Akbar. Saat bicara dgn Nabi Sulayman pun burung tetap pakai bahasa burung. Cuma Nabi Sulayman saja yang paham bahasa hewan. Nah burung-burung itu biasanya saat berkicau kita sebut bernyanyi. Dan memang suaranya memang indah. Bisa jadi itulah ilmu tasbih yang mereka dapat turun temurun dari nenek moyang mereka yang bertasbih bersama Nabi Daud.
Mungkin di hadits itu yang dilarang lagu2 maksiat yang tak ada manfaatnya seperti “Cinta Satu Malam”. Kalau lagu2 yang justru mendekatkan kita kepada Allah seperti lagu Maher Zain, Opick, Haddad Alwi, dsb, itu malah bagus. Coba pahami (jangan cuma di kerongkongan) hadits ini:
Dari Abu Hurairah Ra bahwa Umar Ra melewati Hassan yang sedang bernyanyi di dalam masjid, lalu ia memandangnya. Maka berkatalah Hassan: Aku juga pernah bernyanyi di dalamnya, dan di dalamnya ada orang yang lebih mulia daripada engkau. Muttafaq Alaihi.
Pahami lagi hadits2 di bawah ini:
Aisyah berkata, “Rasulullah masuk padaku, dan di sisiku ada dua anak wanita (dari gadis-gadis Anshar 2/3, dan dalam satu riwayat: dua orang biduanita 4/266) pada hari Mina. Lalu, keduanya memukul rebana. Mereka menyanyi dengan nyanyian (dalam satu riwayat: dengan apa yang diucapkan oleh wanita-wanita Anshar pada hari) Perang Bu’ats sedang keduanya bukan penyanyi. Beliau berbaring di atas hamparan dan memalingkan wajah beliau. Abu Bakar masuk, sedang Nabi
menutup wajah dengan pakaian beliau, lalu Abu Bakar menghardik saya (dan dalam satu riwayat: menghardik mereka) dan mengatakan, ‘Seruling setan di (dalam satu riwayat: Pantaskah ada seruling setan di rumah) Rasulullah? Dia mengucapkannya dua kali. Lalu, Nabi menghadap Abu Bakar (dalam satu riwayat: lalu Nabi membuka wajahnya) lantas bersabda, ‘Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar! Karena tiap-tiap kaum mempunyai hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita.’ Maka, ketika beliau lupa, saya mengisyaratkan kepada kedua anak wanita itu, lalu keduanya keluar.” [HR Bukhari]
Dari hadits di atas di mana Nabi berkata bahwa “HARI MINA” adalah HARI RAYA KITA, itu membantah argumen kaum Wahabi yang mengharamkan adanya hari raya selain 2 Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Itu karena pemahaman hadits yang sepotong2 dan cuma di kerongkongan.
“Hari itu adalah hari raya, di mana orang Sudan (dalam satu riwayat: orang-orang Habasyah 1/117) bermain perisai dan tombak di dalam masjid. Barangkali saya yang meminta kepada Nabi atau barangkali beliau sendiri yang mengatakan kepadaku, ‘Apakah engkau ingin melihat?’ Saya menjawab, ‘Ya.’ Saya disuruhnya berdiri di belakang beliau di depan pintu kamarku. Beliau melindungiku dengan selendang beliau, sedang aku melihat permainan mereka di dalam masjid. Lalu, Umar menghardik mereka. Kemudian Nabi bersabda, ‘Biarkanlah mereka.’ Maka, saya terus menyaksikan sedang pipiku menempel pada pipi beliau, dan beliau berkata, ‘Silakan (dan dalam satu riwayat: aman) wahai bani Arfidah!’ Sehingga, ketika aku sudah merasa bosan, beliau bertanya, ‘Sudah cukup?’ Aku menjawab, ‘Cukup.’ Beliau bersabda, ‘Kalau begitu, pergilah.'” (Maka, perkirakanlah sendiri wanita yang masih muda usia, yang senang sekali terhadap permainan. 6/159) [HR Bukhari]
Lihat hadits di atas bagaimana orang2 Habsyi bermain perisai dan tombak di Masjid sementara Nabi membiarkannya. Malah menontonnya bersama Siti ‘Aisyah lama sekali hingga Siti ‘Aisyah bosan. Jadi heran juga saya melihat seorang Wahabi yang masih muda dgn suara lantang seperti keledai bilang haram menyanyi marawis di masjid.
Sedihkan kalau melihat konser musik yang datang bisa ratusan ribu orang tapi kalau taklim cuma 100-200? Beda antara menyanyi lagu2 maksiat dgn lagu-lagu yang mendekatkan diri kita kepada Allah. Ini sama saja beda antara orang2 yang perang menzalimi kaum yang lemah dengan orang2 yang perang di jalan Allah demi membela kaum yang lemah. Meski secara lahir sama2 pegang senjata dan membunuh, tapi jika dikaji lebih dalam beda. Beda niat dan beda obyek yang dibunuh.
Memakai tradisi kaum yang jadi obyek dakwah sebagai sarana Syiar Islam itu sebetulnya Sunnah Nabi. Contohnya Sya’ie dan Puasa Asyura. Jadi apa yang Wali Songo lakukan sejalan dengan Sunnah Nabi. Yang penting Tradisi itu sesuai dengan Islam. Atau dirubah sehingga sesuai dengan Islam. Contoh dulu kaum kafir Mekkah Sya’ie dengan telanjang. Nah ini dirubah dengan mengenakan pakaian penutup aurat:
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-‘umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” [Al Baqarah 158]
‘Ashim bin Sulaiman bertanya kepada Anas tentang Shafa dan Marwah. Anas berkata: “Kami berpndapat bahwa thawaf antara Shafa dan Marwah adalah upacara di jaman Jahiliyyah, dan ketika Islam datang, kami tidak melakukannya lagi.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 158) yang menegaskan hukum Sa’i dalam Islam (Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari ‘Ashim bin Sulaiman.)
Ibnu Abbas menerangkan bahwa syaitan-syaitan di jaman Jahiliyyah berkeliaran pada malam hari antara Shafa dan Marwah. Dan di antara kedua tempat itu terletak berhala-berhala mereka. Ketika Islam datang, berkatalah kaum Muslimn kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah kami tidak akan berthawaf antara Shafa dan Marwah, karena upacara itu biasa kami lakukan di jaman Jahiliyyah.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 158). (Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
“Orang2 Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah pun melakukannya pada masa jahiliyyah.
Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.” (HSR Bukhari 3/454, 4/102, 244, 7/ 147 Muslim 2/792, dll)
“Nabi tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari asyura. Beliau bertanya:”Apa ini?” Mereka menjawab:”Sebuah hari yg baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur.
Maka beliau (rasulullah) menjawab:”Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.” (HSR Bukhari 4/244, 6/429)
Hadis riwayat Abu Musa ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda kepada Abu Musa: Kalau engkau melihat aku saat aku mendengarkan bacaanmu kemarin, sungguh engkau telah diberi seruling (maksudnya suara yang merdu) dari seruling keluarga Nabi Daud. (Shahih Muslim No.1322)
Lagu “Thola’al Badru ‘alaina min tsaniyatul wada'” yang biasa kita dengar itu adalah lagu yang dinyanyikan ummat Islam di Madinah saat menyambut kedatangan Nabi Muhammad di Madinah.
Jadi terhadap kaum muda yang muncul di akhir zaman (Muhammad bin Abdul Wahhab lahir tahun 1703 Masehi) yang selalu menyalahkan jumhur ulama, Imam Mazhab, dan Wali Songo, meski ngomongnya Al Qur’an dan Hadits, mereka itu seperti hadits2 Nabi di bawah:
Hadis riwayat Ali ra., ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Di akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.1771)
“Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang usia mereka masih muda, dan bodoh, mereka mengatakan sebaik‑baiknya perkataan manusia, membaca Al Qur’an tidak sampai kecuali pada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari din (agama Islam) sebagaimana anak panah keluar dan busurnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Mereka baik dalam berkata tapi jelek dalam berbuat, mengajak untuk mengamalkan kitab Allah padahal mereka tidak menjalankannya sedikitpun.” (HR. Al-Hakim)
Berbagai ayat Al Qur’an dan Hadits mereka pakai, namun kesimpulan lain yang mereka dapat dan amalkan. Berbagai larangan Allah dalam Al Qur’an seperti Su’u Zhon (Buruk Sangka), Mengolok-olok sesama, Mengkafirkan sesama Muslim, dan membunuh sesama Muslim. Berbagai caci-maki terhadap sesama Muslim seperti Ahlul Bid’ah, Sesat, Kafir dan sebagainya terlontar dari mulut mereka.


Sumber :

KOTAK KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

INFormasi... Gak Basii...

infosihh.blogspot.com

Mobile | Lintas.me
sansanichsan71@gmail.com
Back to Top
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...