Mengapa Tuhan mengirim seorang Ahok? Kenapa Tuhan tidak mengirimkan seorang muslim pribumi untuk memimpin Jakarta? Artikel ini ditulis dengan cukup menyeluruh dan mencakup banyak aspek.
Artikel ini aslinya ditulis oleh Denny Siregar, seorang pengamat sosial.
Sentimen anti Cina
Sudah sekian lama, sejak era orde baru, sentimen anti Cina melekat sebagai bagian dari dinamika perkembangan di Indonesia. Kerusuhan tahun 1946, kerusuhan tahun 1963 di ITB Bandung dan yang sangat terkenal adalah peristiwa tahun 1998. Situasi tahun 98′ lah yang terburuk, dimana warga keturunan Tionghoa, terutama di Jawa mendapat perlakuan sangat tidak manusiawi.
Banyak pendapat berbeda darimana asal sentimen anti Cina ini. Tapi mungkin yang terdekat adalah sebagai bagian dari propaganda orde baru untuk menghantam negara China dalam perseteruan antar dua blok besar dunia yaitu barat dan timur pada masa itu.
Sampai sekarang, sentimen anti Cina selalu dipakai untuk menekan warga keturunan Tionghoa. Sejak kecil doktrin anti Cina selalu Ditanamkan dalam benak melalui perkataan, tindakan atas ketidak senangan warga pribumi kepada keturunan Tionghoa dan hal tersebut diwariskan turun temurun.
Warga keturunan selalu digambarkan sebagai orang kaya dan pribumi orang melarat. Ini menambah ruang rapat gesekan dan menemui titik puncaknya pada peristiwa Mei 98. Dan kesalahan ini ada pada dua pihak, terpelihara begitu lama.
Mengapa Tuhan mengirimkan seorang Ahok?
Disinilah saya tidak mengerti, mengapa Tuhan mengirimkan seorang Ahok? Ia warga keturunan yang jelas dibenci beberapa pihak yang merasa bahwa tidak pantas seorang warga keturunan menjadi pemimpin mereka. Apalagi dia seorang nasrani, yang menyinggung perasaan sebagian orang yg begitu bangga akan agamanya, dengan selalu membawa ayat-ayat tentang dilarangnya Islam dipimpin oleh seorang kafir.
Kenapa Tuhan tidak mengirimkan seorang muslim pribumi untuk memimpin kota yang sebagian warganya muslim itu? Kenapa malah Ahok? Dalam perjalanan, barulah saya mencoba mengerti kenapa Tuhan mengirim seorang Ahok (Basuki Tjahaja Purnama).
Ahok, seorang manusia yang fenomenal
Ahok bisa dibilang manusia fenomenal. Ia menabrak sekat-sekat yang selama ini haram dilanggar yaitu sentimen yang sudah dipelihara sejak lama. Ia menjadi seorang warga keturunan yang pemberani, menantang begitu banyak ketidakadilan hanya karena ia seorang Tionghoa, sesuatu yang bukan kesalahannya kenapa ia dilahirkan dalam lingkungan minoritas.
Ia tidak canggung untuk menunjuk muka seorang yang selama ini dihormati oleh banyak masyarakat Betawi, membuka boroknya dan anehnya Ahok menang. Ahok menjadi pahlawan dan si pahlawan Betawi ini menjadi bully-an yang terkenal dalam sejarah, terutama di media sosial.
Ia melakukan hal-hal yang tidak pernah dilakukan selama bertahun-tahun oleh pemimpin-pemimpin pribumi yang kenyang perutnya. Ia meletakkan kembali sesuatu pada tempatnya dan menjalankan fungsinya.
Awalnya masyarakat terkaget-kaget dengan gayanya. Budaya santun dan munafik yg selama ini dipertontonkan, dibenturkan dengan budaya pesisir yang keras dan vokal apa adanya. Kalau nyebut anjing ya anjing, bukan disamarkan dengan kata “binatang yang berekor dan menjulurkan lidah.” Merahlah telinga sebagian orang, terutama yang merasa mukanya ditunjuk. Dan seperti biasa timbul kemarahan akibat ego yang diinjak dan terluka karena mereka dimarahi seorang Cina. Hal yang tidak pernah mereka bayangkan selama ini.
Ahok tidak peduli dengan kecinaannya, dan itu ia sebut berkali-kali di media massa. “Gua memang Cina, tapi gua lebih Indonesia daripada para koruptor itu …”
Ia malah bangga karena ia berhasil membongkar sarang lebah dan membuat ngamuk banyak diantaranya, dan ia menikmatinya. Ia mengajak berantem siapa saja yang tidak sesuai dengan prinsip hidupnya.
Ahok yang menghargai rakyat kecil
Tapi ia luluh dengan rakyat kecil. Ia leleh dengan saudaranya yang beda agama. Ia membangun dan merenovasi masjid-masjid menjadi megah. Ia membangun rusun-rusun mewah dengan semua perabotan di dalamnya untuk memanusiakan mereka.
Ahok, seorang perwakilan dan duta besar WNI keturunan Tionghoa
Ahok menjadi perwakilan yang baik, seorang duta besar yang mewakili semua keturunan Tionghoa di Indonesia. Mereka bangga akan dia. Kebanggaan yang sama yang dimiliki warga pribumi muslim yang ingin memiliki pemimpin seperti dia di daerahnya. Ia meleburkan semua kebencian yang selama ini tertanam dan dipelihara begitu lama demi kepentingan, untuk membenturkan atas nama SARA. Ia merobek semua pemikiran lama dan merevolusi cara berfikir yang baru yang menekankan “apapun perbedaan kita, kita sama-sama manusia”.
Mungkin untuk itulah Tuhan mengirimkan seorang Ahok. Ia adalah gula dalam pahit dan kentalnya sekat-sekat perbedaan sebagai pelajaran bagi kita. Ia menjadi guru dalam mengajarkan bagaimana menjadi seorang manusia. Ia adalah secangkir kopi untuk kita.
Dan disitulah kita bisa merasakan betapa besar dan agungnya Tuhan, yang sangat mengerti apa yang kita butuhkan sekarang ini.
Sumber :
KOTAK KOMENTAR
|
No comments:
Post a Comment