Berawal
dari suka, akhirnya jadi sumber pendapatan. Itulah yang dialami
Muhammad Rivai Nafis. Pria berusia 73 tahun ini hidup dengan replika
kapal bandong.
Kapal
bandong merupakan perahu besar yang jadi moda transportasi sungai di
Kalimantan Barat. Namun, kapal ini sudah tak lagi populer. Angkutan
darat lebih cepat dan tentunya lebih efisien.
Ketika
ditemui VIVAnews, ia menuturkan, selain suka, membuat
replika kapal juga untuk melestarikan sisa kejayaan Kalbar yang kini
sudah tergerus zaman. “Ini satu-satunya kerajinan Kalimantan Barat,"
katanya.
Ia
mengisahkan masa lalunya yang sedari kecil tinggal di pinggir sungai.
Ia setiap hari melihat kapal bandong lalu-lalang. Namun, belakangan
kapal-kapal ini hilang. Lalu, ia terinspirasi membuat miniatur.
Di
gerainya yang kecil di pinggiran Sungai Sekayam, Kelurahan Tanjung
Sekayam, Kapuas, Sanggau, ia sehari-hari merakit kayu-kayu kecil jadi
kapal bandong kecil. Tangannya cekatan, dan sangat terampil.
Meski
awalnya iseng, produk-produk Rivai bisa laku mahal. Antara Rp200-500
ribu per buah. Permintaan yang tinggi membuat ia harus dibantu tiga
pekerja lain. "Sebulan bisa ratusan pesanan," katanya.
Tak
cuma Kalimantan, konsumen replika ini sudah merambah ke luar kota.
Bahkan, sudah ke Malaysia, Brunei Darussalam, dan sejumlah negara
tetangga lain. Hitung saja, omzetnya bisa puluhan juta rupiah sebulan.
Jauh dari ongkos pembuatan itu.
Namun,
meski sudah beromzet besar, Rivai justru khawatir kerajinan ini putus
tak ada penerusnya. Memang, ia mengaku kerap melatih warga sekitar
membuat kerajinan ini. Tapi, belum terlihat ada yang berhasil.
"Ini warisan budaya Kalimantan Barat yang harus kita jaga," katanya. (art)
KOTAK KOMENTAR
|