Keren.....Mahasiswa Ini Sulap Botol dan Kaca Bekas Jadi Kerajinan Bernilai Tinggi -
Di tangan sekelompok mahasiswa ini, botol dan kaca bekas disulap menjadi lampu hias yang memiliki nilai jual tinggi. Hebatnya lagi, mereka melibatkan masyarakat sekitar untuk memproduksi kerajinan yang memanfaatkan barang bekas tersebut.
Para mahasiswa yang tergabung dalam Tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu, Rabu 26 November 2014, terlihat tengah sibuk memberikan pelatihan pada masyarakat.
Di hadapan para pemuda Desa Singosaren, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, mereka mempraktikkan cara memotong dan mengukir kaca.
Hari ini, merupakan tahun kedua, tim KKN itu memberikan pelatihan pada para pemuda di desa tersebut. Berbagai peralatan mulai dari gerinda, ampelas, hingga mesin bubut ada di sana. Aneka alat tersebut, diperlukan agar potongan botol kaca bisa halus dan rata.
“Kemampuan para pemuda dalam mengelas dan memotong kaca ditingkatkan pada tahun kedua ini,” ujar Juli Astono, salah satu anggota tim KKN-UNY.
Pelatihan yang diberikan, memang dilakukan secara bertahap. Perlunya, agar kemampuan dalam membuat kerajinan dapat merata pada semua anggota kelompok. Sebab, untuk memotong kaca, diperlukan skill yang mumpuni. Bahkan, untuk memilih botol pun diperlukan kejelian tersendiri.
“Karena, tiap botol kaca mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga perlu kejelian dalam memilih botol yang akan dipotong. Keberhasilan pemotongan botol kaca harus dikembangkan terus untuk mendapatkan hasil yang maksimal,” katanya.
Setelah mengenali karakteristik kaca dan botol, pelatihan berlanjut ke tahap pengelasan dan pemotongan kaca. Tahap paling akhir adalah grafir kaca. Pada fase ini, diperlukan ketelitian untuk membentuk pola-pola tertentu.
“Setelah itu, mereka diberi kesempatan untuk praktik membuat kerajinan lampu hias dari botol kaca,” tuturnya.
Memberi pelajaran ke masyarakat di pedesaan, diperlukan kesabaran tersendiri. Acapkali, mereka harus ditunjukkan contoh secara konkret agar dapat mempraktekkan ajaran yang diberikan.
Karenanya, pemuda desa sering diberikan contoh desain lampu hias sebagai rangsangan kreatifitas. Perlunya, agar mereka bisa membuat lampu hias secara runut, tanpa ada satu tahap pun yang ditinggalkan.
Setelah desain ditetapkan, para pemuda mengaplikasikannya dengan membuat pola pada kaca. Kemudian, kaca digrafir dan dipotong sesuai pola yang telah ditentukan. "Kalau bingkainya, dibuat dari logam tembaga. Sementara itu, dudukan lampu bisa menggunakan batu putih atau botol bekas,” Juli menjelaskan.
Untuk sentuhan akhir (finishing), lampu hias harus dicuci dengan larutan asam sebelum dibubuhi vernis. Pembubuhan vernis ini diperlukan agar lampu hias tidak teroksidasi oleh udara yang bisa memudarkan warna.
“Setelah siap, baru kelistrikannya dipasang dengan memilih aneka bola lampu agar menjadi lebih indah," jelasnya.
Kini, lampu hias dari perkakas tak terpakai tersebut siap dilempar ke pasaran. Produk karya kolaborasi mahasiswa dan masyarakat ini dilego dengan harga Rp125 ribu untuk ukuran besar dan Rp75 ribu ukuran sedang.