Malam Hari, Gang-gang Kecil di Saritem Begitu 'Hidup' -
Volume alunan musik bergenre techno diputar kencang dari dalam rumah berlantai dua. Derai tawa sekumpulan perempuan berbusana seksi terdengar sayup. Selepas azan Isya, suasana ingar bingar ini tergambar di kawasan lokalisasi Saritem. Bukti aktivitas prostitusi legendaris di Kota Bandung itu belum tamat.
Pantauan detikcom, malam hari aktivitas lokalisasi Saritem tetap menggeliat. Namun tidak semarak tujuh tahun silam. Pemkot Bandung menutup kawasan tersebut sejak 17 April 2007. Seketika popularitas Saritem meredup hingga terdeteksi seantero negeri.
Insiden penembakan oleh oknum polisi personel Sabhara Polrestabes Bandung kepada seorang pria pada Sabtu lalu di Saritem, menyingkap tabir fakta denyut prostitusi masih berdetak. Pasca aksi koboi tersebut, seolah dianggap hembusan angin. Bisnis haram itu tak tiarap.
Menyusuri sebagian gang sempit Saritem, sejumlah bangunan permanen berjejer di kiri kanan. Gang yang bisa dilintasi dua sepeda motor itu ramai dengan lalu lalang orang-orang kalangan dewasa dan bocah. Tidak ada kesan remang-remang.
"Parkir di sini saja," ucap pemuda bertopi kepada tamu yang datang sambil menunjukan lahan parkir di tengah-tengah permukiman padat itu.
Sedikitnya delapan bangunan terlewati yang di antaranya begitu vulgar menampilan deretan perempuan muda dalam ruangan sambil duduk manis di sofa. Mereka menanti dibidik konsumen. Kaca jendela rumah sengaja tanpa penghalang tirai. Sebutan bekennya yakni akuarium. Lelaki yang lewat digoda matanya agar menatap 'etalase' yang memamerkan para pekerja seks komersil (PSK).
"Tarifnya bervariasi. Ada 200 ribu rupiah. Ada yang lebih 400 ribu rupiah. Itu termasuk sewa kamar," bisik salah satu tamu yang seminggu terakhir pernah menyambangi Saritem.
Tempat bordil di Saritem tak hanya berfisik satu lantai. Ada dua lantai, bahkan lebih. Biasanya lantai atas tersedia kamar. Penyisiran di lokasi, tiap rumah terlihat sedikitnya menawarkan lima PSK berpenampilan seronok. Namun tak semua bangunan di lokasi Saritem dipakai tempat ajang transaksi prostitusi. Banyak berdiri rumah warga yang menetap di kawasan tersebut.
Gerombolan calo pelacur yang mayoritas lelaki siap menyambut tamu dari tiap penjuru mata angin. Tak sulit membedakan mana sang perantara atau bukan. Tamu lelaki yang berjalan atau menunggangi sepeda motor masuk gang, pasti disapa.
"Bade kamana, nu didieu we (mau ke mana, yang di sini saja)," ucap pria bertubuh kurus itu memberikan isyarat.