Mengenal Para Storm Chaser, Pemburu Badai yang Tewas saat sedang Memburu Badai di Amerika -
Tiga
orang 'Storm Chaser' tewas akibat serangkaian badai tornado dan banjir
yang kembali melanda wilayah Oklahoma, AS. Siapakah
sebenarnya dan apa tujuan dari para Storm Chaser?
Ketiga Storm Chaser tersebut adalah Tim Samaras, bersama anak laki-lakinya Paul Samaras dan Carl Young. Ketiganya adalah para Storm Chaser kawakan. Tim bahkan juga seorang pendiri perusahaan riset tornado Twistex dimana Carl Young adalah seorang meteorolog di perusahaan tersebut.
Tim ternyata juga menjadi bintang di acara reality show 'Storm Chaser' yang sempat ditayangkan di Discovery Channel dan memberikan kontribusi penelitian pada organisasi seperti American Meteorological Society dan National Geographic.
Storm Chaser, begitu mereka disebut. Mereka adalah orang yang bukan sekadar antusias menyaksikan bahkan mengejar badai, tornado, hujan dahsyat, atau petir dalam jarak dekat.
Mereka juga membantu para ilmuwan secara tidak langsung untuk melacak badai, mengukur kekuatannya, melakukan riset, bahkan merekam dalam video atau mengambil foto-foto tentang peristiwa ke internet, televisi, dan media lainnya disaat orang-orang lainnya justru berlari melarikan diri dalam sebuah bencana, khususnya badai.
Storm-chasing didefinisikan sebagai sebuah motif, hobi, bisa berupa rasa ingin tahu atau penasaran, petualangan, eksplorasi ilmiah, atau untuk liputan media.
Storm Chaser pertama adalah seseorang bernama David Hoadley, yang mulai mengejar badai di North Dakota pada tahun 1956. Hoatley dikenal sebagai pionir dari para Storm Chaser lainnya. Pada tahun 1972, University of Oklahoma menjadi lembaga pertama yang memberikan sponsor untuk proyek Storm-chasing.
Dari sekedar hobi yang bermanfaat, Storm-chasing menjadi sebuah budaya populer, pop culture, dimana media seperti televisi mulai mengekspos para Storm Chaser bahkan banyak yang menjadikannya sebagai acara televisi.
Film layar lebar 'Twister' yang bertemakan badai juga diketahui mengekspos para Storm Chaser. Dari menjadi budaya populer inilah kemudian banyak bermunculan para Storm Chaser.
Para Storm Chaser biasanya tidak dibayar, ini semacam hobi sekaligus bagian dari hidup mereka. Mereka kebanyakan amatir, bukan meteorolog profesional.
Mereka biasanya menggunakan mobil, kemudian merekam atau mengambil gambar badai tersebut dari mobil mereka. Beberapa diantara mobil mereka bahkan dirancang sedemikian rupa agar bisa menantang kondisi ekstrim saat badai.
Aktivitas ini sangat berbahaya, namun para Storm Chaser umumnya memang orang-orang yang terbiasa menantang maut. Mereka biasanya mempelajari ilmu meteorologi dan seluk beluk prediksi dan terjadinya badai secara otodidak, langsung di lapangan.
Mereka juga sering melaporkan hasil pengamatan mereka pada pihak berwenang. Laporan dari mereka ini sangat berharga karena dapat ditindaklanjuti pihak berwenang untuk kemudian memberi peringatan langsung dan cepat pada masyarakat.
Hasil pengamatan mereka yang sifatnya real-time, baik foto, video dan lainnya akan sangat membantu penelitian teknis dari para ilmuwan profesional akan bencana badai.
"Ketika Storm Chaser berpengalaman seperti Tim Samaras meninggal, saya berharap ini adalah pelajaran untuk semua Storm Chaser tentang potensi bahaya dari mengejar badai," ujar Greg Forbes, seorang ahli Meteorologi. "Ada beberapa kesempatan dimana Anda bisa tewas," tegasnya pada NewYorkTimes.
"Dia ada di luar sana untuk ilmu pengetahuan dan ia akan mendapatkan itu. Dia ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan yang orang pikir mustahil," kata Tony Laubach, seorang ahli Meteorologi dan kolega dari Tim Samaras.
Jim Samaras, saudara dari Tim juga memberikan pernyataan terkait meninggalnya para koleganya tersebut.
"Mereka meninggal, tetapi mereka melakukan apa yang mereka cintai," ujar Jim. [ikh]

Ketiga Storm Chaser tersebut adalah Tim Samaras, bersama anak laki-lakinya Paul Samaras dan Carl Young. Ketiganya adalah para Storm Chaser kawakan. Tim bahkan juga seorang pendiri perusahaan riset tornado Twistex dimana Carl Young adalah seorang meteorolog di perusahaan tersebut.
Tim ternyata juga menjadi bintang di acara reality show 'Storm Chaser' yang sempat ditayangkan di Discovery Channel dan memberikan kontribusi penelitian pada organisasi seperti American Meteorological Society dan National Geographic.
Storm Chaser, begitu mereka disebut. Mereka adalah orang yang bukan sekadar antusias menyaksikan bahkan mengejar badai, tornado, hujan dahsyat, atau petir dalam jarak dekat.
Mereka juga membantu para ilmuwan secara tidak langsung untuk melacak badai, mengukur kekuatannya, melakukan riset, bahkan merekam dalam video atau mengambil foto-foto tentang peristiwa ke internet, televisi, dan media lainnya disaat orang-orang lainnya justru berlari melarikan diri dalam sebuah bencana, khususnya badai.
Storm-chasing didefinisikan sebagai sebuah motif, hobi, bisa berupa rasa ingin tahu atau penasaran, petualangan, eksplorasi ilmiah, atau untuk liputan media.
Storm Chaser pertama adalah seseorang bernama David Hoadley, yang mulai mengejar badai di North Dakota pada tahun 1956. Hoatley dikenal sebagai pionir dari para Storm Chaser lainnya. Pada tahun 1972, University of Oklahoma menjadi lembaga pertama yang memberikan sponsor untuk proyek Storm-chasing.
Dari sekedar hobi yang bermanfaat, Storm-chasing menjadi sebuah budaya populer, pop culture, dimana media seperti televisi mulai mengekspos para Storm Chaser bahkan banyak yang menjadikannya sebagai acara televisi.
Film layar lebar 'Twister' yang bertemakan badai juga diketahui mengekspos para Storm Chaser. Dari menjadi budaya populer inilah kemudian banyak bermunculan para Storm Chaser.
Para Storm Chaser biasanya tidak dibayar, ini semacam hobi sekaligus bagian dari hidup mereka. Mereka kebanyakan amatir, bukan meteorolog profesional.
Mereka biasanya menggunakan mobil, kemudian merekam atau mengambil gambar badai tersebut dari mobil mereka. Beberapa diantara mobil mereka bahkan dirancang sedemikian rupa agar bisa menantang kondisi ekstrim saat badai.
Aktivitas ini sangat berbahaya, namun para Storm Chaser umumnya memang orang-orang yang terbiasa menantang maut. Mereka biasanya mempelajari ilmu meteorologi dan seluk beluk prediksi dan terjadinya badai secara otodidak, langsung di lapangan.
Mereka juga sering melaporkan hasil pengamatan mereka pada pihak berwenang. Laporan dari mereka ini sangat berharga karena dapat ditindaklanjuti pihak berwenang untuk kemudian memberi peringatan langsung dan cepat pada masyarakat.
Hasil pengamatan mereka yang sifatnya real-time, baik foto, video dan lainnya akan sangat membantu penelitian teknis dari para ilmuwan profesional akan bencana badai.
"Ketika Storm Chaser berpengalaman seperti Tim Samaras meninggal, saya berharap ini adalah pelajaran untuk semua Storm Chaser tentang potensi bahaya dari mengejar badai," ujar Greg Forbes, seorang ahli Meteorologi. "Ada beberapa kesempatan dimana Anda bisa tewas," tegasnya pada NewYorkTimes.
"Dia ada di luar sana untuk ilmu pengetahuan dan ia akan mendapatkan itu. Dia ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan yang orang pikir mustahil," kata Tony Laubach, seorang ahli Meteorologi dan kolega dari Tim Samaras.
Jim Samaras, saudara dari Tim juga memberikan pernyataan terkait meninggalnya para koleganya tersebut.
"Mereka meninggal, tetapi mereka melakukan apa yang mereka cintai," ujar Jim. [ikh]









