Melihat Astronom Islam Abad 14 'Membongkar' Rahasia Langit -
Ilmuwan Islam pernah mengalami masa kejayaan pada kurun waktu abad ke-7 hingga 14. Berbekal alat sederhana yang jauh dari kata canggih mereka mempelajari aneka ilmu, mulai dari kesehatan hingga perbintangan. Jejak-jejak peninggalan peradaban Islam pada abad 14 itu masih bisa kita lihat sampai sekarang.
Salah satu instrumen yang digunakan Ulugh Beg mengamati perbintangan. (Foto - Erwin/detikcom)
Salah satunya Muhammad Taragai Ulugh Beg yang hidup pada 1393-1449 di Samarkand, Uzbekistan. Saat itu Ulugh Beg membangun sebuah pusat observatorium untuk mempelajari ilmu perbintangan, 'membongkar' rahasia langit. Beberapa hasil pengamatan dan penghitungan Ulugh Beg dan murid-muridnya masih digunakan sebagai acuan dalam menentukan awal Ramadan, seperti sidang Isbat yang akan dilakukan Kementerian Agama pada Selasa (16/6/2015) sore nanti.
Seperti apa alat yang digunakan para ilmuwan Islam di abad 14 untuk 'membongkar' rahasia langit?
Pada 21 sampai 22 Mei 2015 lalu detikcom berkesempatan menelusuri jejak peradaban Islam di Samarkand, Uzbekistan. Salah satu peninggalan terbesar peradaban Islam di negeri itu adalah observatorium Ulugh Beg yang didirikan pada abad ke-14.
Dari situlah ilmuwan Islam kala itu melakukan pengamatan mempelajari ilmu perbintangan. Mereka juga menyusun jadwal salat, dan menentukan awal tahun serta waktu mulai puasa Ramadan.
Observatorium itu didirikan oleh Muhammad Taragai Ulugh Beg, seorang raja sekaligus ilmuwan yang bersemangat mempelajari ilmu perbintangan tepatnya pada tahun 1421 M. Ahli astronomi Barat, Kevin Krisciunas, dalam tulisannya berjudul "The Legacy of Ulugh Beg" menyebut bahwa observatorium Ulugh Beg di Samarkand adalah termegah yang dibangun oleh ilmuwan muslim.
Kubah observatorium itu mencapai 130 kaki, dan terletak di atas bukit. Dari atas bukit inilah pandangan mata untuk melihat hilal (bulan) tidak terganggu.
Salah satu instrumen yang digunakan oleh Ulugh Beg untuk menentukan awal tahun, dan waktu salat juga masih bisa dilihat sampai sekarang. Bangunannya berupa sebuah terowongan batu yang cukup lebar dan panjang dengan ratusan anak tangga.
Pangkal dari terowongan tersebut berada di bawah tanah dan berujung pada alam terbuka beratapkan langit. Di dalamnya dilengkapi dengan dua jeruji batu yang ditempatkan pada posisi tepat sehingga memberi hasil yang maksimal dalam menghitung ketinggian jarak bintang-bintang yang diamati secara cermat.
Di antara atap terowongan itu dibuat satu lubang untuk memungkinkan masuknya sinar matahari. Titik sinar matahari yang jatuh di anak tangga itulah yang digunakan oleh Ulugh Beg untuk menentukan waktu salat dan awal tahun.
Tak hanya menentukan waktu salat dan awal tahun, dari obsevatorium itulah Ulugh Beg membuat rumus penghitungan matematika, termasuk dalam soal geometri bola dan trigonometri. Pada saat itu ketika teknologi belum semodern sekarang, Ulugh Beg sudah berhasil menghitung kemiringan poros bumi dengan sangat akurat mendekati ketepatan pengukuran dunia modern.
Bahkan Ulugh Beg juga berhasil menghitung kemiringan poros bumi selama 26.000 tahun. Lingkar bumi juga diukur, dan hasilnya adalah 24.835 mil. Hanya meleset sedikit dari hasil pengukuran zaman modern dengan peralatan lebih canggih: 24.906 mil.
Ulugh Beg dan murid-muridnya juga berhasil mengukur posisi titik terjauh Bumi dari Matahari bergerak setiap tahunnya.Dari hasil pengamatan dan perhitungannya, Ulugh Beg dan timnya juga berhasil mengoreksi penghitungan yang pernah dilakukan oleh para astronom Romawi seperti Ptolemeus. Hasil-hasil pengamatan dan hitungan tersebut kemudian dihimpun dalam beberapa buku antara lain; kitab Zij-i-Djadid-I Sultani.
Beberapa hasil karya Ulugh Beg dan murid-muridnya juga sudah diterjemahkan oleh astronom-astronom Inggris dan Prancis beberapa ratus tahun kemudian. Hasil observasi dan penghitungan mereka sangat canggih untuk ukuran zaman itu, sehingga datanya masih sangat berguna hingga ratusan tahun kemudian.
“Ulugh Beg telah melampaui zamannya,” kata Ahmad Mujib, sejawaran peradaban Islam dari Universitas Sultan Agung Semarang yang bersama detikcom dan rombongan DPD berkunjung ke Observatorium Ulugh Beg di Samarkand Uzbekistan.