Jenazah Waria Terlantar, Akhirnya Diurusi Seorang Ustad -
Menguatnya isu mengenai kaum lesbian,
gay, biseksual dan transgender (LGBT) membuat beberapa orang memunculkan
kembali kisah-kisah mengenai LGBT di masyarakat. Salah satu cerita yang
mengharukan adalah tentang jenazah seorang waria.
Mila menceritakan tentang pengalamannya menangani pasien waria ditahun 2015. Ketika itu, dua korban HIV/AIDS wafat di RSUD Dr Soetomo. Satunya waria lainnya merupakan gay. “Mereka sudah dua hari meninggal tapi tak ada respons apa pun dari keluarga dan dari teman-temannya.
Pasien waria memang semenjak awal tidak didampingi oleh keluarganya. Sementara untuk yang gay, ditolak oleh keluarga mereka. Kemudian Mila mengaku dihubungi oleh pihak Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Surabaya untuk meminta solusi atas jenazah dua LGBT tersebut.
Berdasar keterngan dari Mila, prosedur dari RSUD Dr Sutomo, jenazah tanpa penanggungjawab akan dikumpulkan hingga sepuluh. Setelah itu, jenazah tersebut akan dikuburkan tanpa mendapat penanganan sesuai dengan agama yang dipeluknya.
Tidak adanya keluarga yang mengakui dan mengurusnya membuat jenasah tersebut berstatus terlantar.
Mila pun mencari cara agar jenasah tersebut bida diperlakukan secara layak. Dia kemudian menghubungi seorang aktivis organisasi masyarakat (ormas) Islam AbuTaqi Machiky Mayestino Triono Soendoro. Dia meminta saran kepada Abu Taqi apakah ada lembaga Islam yang bersedia menangani jenazah penderita HIV/AIDS tersebut.
“Kemudian dikonfirmasi kepada saudara di STAI Ali bin Abi Tholib. Dari beliau-beliau direkomendasikan ke saudara Ustad Hilmi Basyrewan dari Yayasan Dakwah Bil Hal,”kata Mila. Mila mengaku saat itu sudah menjelaskan kepada ustad Hilmi bahwa kedua jenazah tersebut adalah pasien HIV/AIDS dan mempunyai perilaku s**s menyimpang. Kemudian, kata Mila, ustaz itu hanya menjawab. ‘Asal dia Muslim itu ladang amal kami,’ kata Ustaz Hilmi seperti ditirukan Mila.
Jenasah waria pun dimandikan dan disholati pada sore hari oleh Ustaz Hilmi. Jenazah itu lalu diantar dengan ambulance milik Dinkes Pemkot Surabaya ke pemakaman. Sementara jenazah gay, kata Mila, pihak dinkes melakukan pendekatan kepada keluarganya agar bisa menerima kondisi jenazah putra mereka.
“Akhirnya keluarga dan masyarakat pun menerima untuk memakamkannya di pemakaman kampung,”katanya Mila mengungkapkan bahwa saat itu tidak ada organisasi LGBT yang melakukan pendampingan pada pasien HIV/AIDS selama di rumah sakit.
“Mereka kan hanya menggerakkan gaya hidup saja. Pada saat mereka sakit coba saja di RSUD Dr Soetomo tidak kelihatan. Baru ketika ada proyek ditangani,”kata Mila, dilansir dari republika.co.id.
Dia menjelaskan, hanya ormas waria yang menunjukkan kepedulian. Hanya saja, dia mengungkapkan, mereka terkendala dengan dana dan jaringan. Karena itu, mereka pun bergandengan dengan Kawan Pelangi untuk mendampingi para pasien korban HIV/AIDS.
Mila mengatakan, walaupun dirinya tidak setuju LGBT karena tidak sesuai dengan ajaran agama, dia mengaku punya banyak teman LGBT. Dari homoseksual hingga waria. Kebanyakan aktif di organisasi Kawan Pelangi bentukannya. Meski demikian, Mila mengaku kerap berusaha untuk menunjukkan kepada mereka untuk kembali kepada fitrahnya masing-masing.
Sumber :
No comments:
Post a Comment