Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah berkata, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan salat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan salat berarti kafir dan murtad.Dalil bahwa meninggalkan salat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala(yang artinya),”Jika mereka bertaubat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah: 11)
Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan salat.” (HR. Muslim no. 82). Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai salat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. An-Nasa’i no. 463, Tirmidzi no. 2621, Ibnu Majah no. 1079 dan Ahmad 5: 346. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan salat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut termasuk ijma’(kesepakatan) para sahabat. ‘Abdullah bin Syaqiq -rahimahullah-(seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengatakan, “Para sahabat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara salat.” Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan salat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.
Kami katakan, “Salatlah kemudian tunaikanlah puasa”. Adapun jika engkau berpuasa namun tidak salat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir tidak diterima ibadah darinya. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibnu ‘Utsaimin, 17: 62)
KOTAK KOMENTAR
|