Pantai
Paloh di Kabupaten Sambas, tempat bertelurnya penyu terpanjang di
Indonesia, menjadi lokasi berkumpulnya sampah dari berbagai negara,
sehingga mencemari lingkungan sekitar.
Koordinator
Konservasi Spesies Laut WWF-Indonesia Dwi Suprapti saat dihubungi di
Pontianak, Minggu, mengatakan sampah utama yang dijumpai di Pantai Paloh
adalah kayu, plastik, dan botol-botol air mineral.
"Setelah
kami telusuri, botol-botol air mineral yang terdampar di Pantai Paloh
ternyata bukan produksi Indonesia," kata Dwi Suprapti.
Namun,
kata dia, tertera label produksi Malaysia, Singapore, Filipina,
Thailand, Vietnam, Norwegia, Amerika Serikat hingga China. Sejumlah
elemen masyarakat yang peduli terhadap lingkungan menggelar KolaborAKSI
Kumpul Sampah di pantai peneluran penyu Paloh, Kabupaten Sambas.
Aksi ini menjadi rangkaian Hari Sampah Nasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari.
Di
Kabupaten Sambas, agenda KolaborAKSI yang didukung Pokmaswas Kambau
Borneo, Ormas Kalilaek Paloh, mahasiswa magang Universitas Tanjungpura
dan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, WWF-Indonesia, Komunitas Bujang
Dara Penyu Paloh dan sejumlah warga dipusatkan di pantai peneluran penyu
Paloh.
Dwi
Suprapti mengatakan hasil penelusuran ditemukan berbagai jenis sampah
baik organik maupun non-organik terlebih setelah cuaca buruk pada kurun
November-Februari. Ia mengatakan, setelah gelombang tinggi berakhir dan
musim normal kembali, terlihat tumpukan sampah di sepanjang Pantai
Paloh.
Dwi
Suprapti menambahkan, hal itu mengindikasikan bahwa sampah tersebut
adalah sampah kiriman dari berbagai negara mengingat secara geografis,
posisi Pantai Paloh berhadapan langsung dengan Laut China Selatan yang
dikelilingi beberapa negara.
"Kondisi
ini dapat mengganggu aktivitas peneluran penyu. Untungnya, sekarang
belum memasuki musim puncak peneluran, tapi tiap malam ada dua sampai 5
ekor penyu mendarat di Pantai Paloh," kata dia.
Selain
itu, kata dia, sampah pantai yang tidak dibersihkan akan berpotensi
terbawa kembali oleh air laut dan terombang ambing di lautan sehingga
sering menyamarkan makanan bagi tukik (bayi penyu).
"Tukik
yang baru belajar makan menduga sampah plastik adalah ubur-ubur atau
makanan yang terapung. Ada beberapa kasus kematian tukik, setelah
dinekropsi, dijumpai sejumlah sampah plastik di lambungnya," kata Dwi.
Kalimantan
Regional Leader, WWF-Indonesia, Hermayani Putera menambahkan, fenomena
sampah yang berasal dari luar negeri seperti di Paloh menegaskan bahwa
persoalan lingkungan hidup bersifat multidimensi, lintas wilayah
administrasi, termasuk lintas negara sehingga dibutuhkan langkah aksi
bersama yang massif.
"Misalnya
dari semangat aksi dari para komunitas seperti saweran sampah ini
hingga ke langkah yang lebih strategis lagi di tingkat antar-negara.
Kita perlu angkat dan keberatan terhadap isu sampah di Paloh agar
menjadi perhatian otoritas di Malaysia dan Singapura," kata Hermayani.
Ia mencontohkan ketika Singapura protes terhadap "ekspor" asap dari Indonesia ke negara mereka beberapa waktu lalu.
[tyo]
KOTAK KOMENTAR
|