Natal dan Festival Bir di Palestina, Pelajaran Toleransi untuk Indonesia -
KALA masih banyak umat muslim Indonesia sibuk mencari tahu, berpolemik, bahkan mencak-mencak tentang boleh atau tidaknya mengucapkan "Selamat Hari Raya Natal", Umat Muslim di Palestina justru tak sabar menunggu kemeriahan perayaan umat Nasrani tersebut.
Biru cerah bersemburat di langit atas Gereja Nativity (tempat kelahiran Yesus), Betlehem, Palestina, 23 Maret 2000 silam. Gambaran alam yang mengisyaratkan nomena, betapa harmonisnya kehidupan antarumat beragama di negeri jajahan rezim zionis fasistik Israel tersebut.
Ketika itu, Paus Yohannes Paulus II tengah mempersembahkan misa menjelang Natal. Sesaat ia hendak melanjutkan prosesi misa, Sri Paus justru duduk terdiam. Bukan karena kelelahan, tapi ia terdiam karena berkumandangnya azan dari masjid dekat Manger Square.
Ia diam berkhidmat hingga azan itu berhenti. Setelah itu, seluruh jemaah langsung bertepuk tangan, termasuk Presiden Palestina Yasser Arafat dan istrinya Suha. Sidang pembaca tak perlu terkaget-kaget karena ada Yasser Arafat dalam prosesi misa tersebut.
Mendiang Arafat, bukanlah sekadar mengantar sang istri, yang hingga detik ini adalah pemeluk taat Kristen, untuk mengikuti misa tersebut. Sebabnya, Arafat memang selalu mendapat tempat dalam gereja suci tersebut pada misa Natal setiap tahun.
Apakah toleransi antarumat Muslim-Kristen tersebut ikut padam, ketika Arafat wafat diracun? Sang suksesor, Mahmoud Abbas menjawab tegas, "Tidak!" Mengikuti jejak predesesornya, Mahmoud Abbas tak pernah absen menghadiri misa dan memberikan pesan Natal setiap tahun.
Sumber :
No comments:
Post a Comment