Hari ini, 3 hari setelah SIM saya ditilang karena hanya menyalakan lampu kecil, bukan lampu besar motor. Ceritanya telah saya sharing di sini. Seperti kata petugas polisi F. Soedik yang berdinas kemarin, SIM yang ditilang biasanya 3-4 hari baru diserahkan di polwiltabes jl. Jawa.
Jadi hari ini saya iseng-iseng berhadiah pergi ke sana. Sebenarnya saya sudah siap, seandainya SIM saya ditahan, karena saya kemarin keukeuh minta slip biru. Terpaksalah bayar 100rb. Pagi ini setelah antar anak ke sekolah, saya menuju jl. Jawa.
Saat itu sekitar jam 8.30. Parkir sudah penuh, tapi aktivitas tidak terlalu sibuk. Saya menuju ruang Tilang. Di depan ruangan, banyak orang yang sedang ngantri. Ntah ngantri untuk nebus tilang, atau baru mau bikin SIM.
Saya langsung masuk ke ruangan, tersenyum manis pada bapak-bapak polisi dan bertanya dengan sopan.
“Pagi pak, saya mau nebus SIM yang di tilang”.
“Ya, kemarin ditilang sama siapa?”
“Sama polisilah, masa sama tukang parkir!” kata saya dalam hati.
“Sama pak Edwin, bripka Edwin” kata saya pada si pak polisi,sambil menyerahkan slip tilang biru.
Setelah ketemu di antara tumpukan hasil tilangan, SIM saya dengan surat tilangnya diserahkan kembali ke saya. SIM itu dibungkus plastik kecil dan dihakter ke slip tilang. Saya liat ada sekitar 5 kotak dengan isi sekitar lebih dari 100an surat tilang per kotak.
“Urusnya di sana Dik,” kata pak polisi menunjuk sebuah ruangan kecil.
Saya bersyukur dua kali. Pertama karena kekhawatiran bakal dikerjain tidak terjadi. Kedua karena muka saya masih dianggap tampang mahasiswa oleh si bapak. Mungkin mahasiswa S3 abadi.
Di dalam ruangan itu ada 2 orang polisi sedang ngobrol santai. Mungkin sedang membahas pembatasan BBM, saya kurang jelas. Setelah menerima slip tilang dan SIM saya, si bapak bilang “30 ribu, lain kali jangan minta slip biru ya”.
“Ga pak, terima kasih.” Saya langsung ngacir dengan happy. Keluar duit kok ya happy.
********
Di milis dan fb sering kita temui cerita gagah berani tentang pengalaman “mengalahkan” polisi dengan meminta slip biru. Kalau polisinya tidak mau ngasih slip biru, foto aja dengan kamera hp.
Berdasar UU LL no 22 tahun 2009 ada 2 slip tilang yang berlaku yaitu slip merah dan slip biru.
Jangan asal minta slip biru! Kalau kita tidak mengerti slip biru itu apa. Artinya kita mengakui kesalahan dan bersedia membayar denda atas kesalahan yang kita lakukan. Denda langsung kita bayar ke bank dan bukti setornya dipakai untuk menebus SIM. Kalau slip merah artinya kita tidak mengakui kesalahan kita, dan diberikan kesempatan untuk membela di sidang. Besar denda sesuai dengan keputusan hakim.
Untuk setiap kesalahan berbeda ancaman dendanya. Dan kalau kita meminta slip biru berarti kita bersedia pula membayar denda maksimal. Jadi seperti kasus saya tidak menyalakan lampu besar, ya denda maksimalnya 100rb. Untuk tidak membawa SIM/STNK denda maksimalnya lebih besar lagi.
Dengan minta slip biru ada kemungkinan si polisi merasa kesal, karena tidak dapat obyekan. Dan untuk melepaskan kekesalannya bisa saja kita dikerjain. Dulu saya pernah disuruh sidang, tapi saat hadir di sidang, SIM saya tidak ada di pengadilan. Saya harus mengambil sendiri ke polisi itu langsung.
Dari pengalaman pribadi saya ini, serta sharing dari pengalaman teman-teman kemarin, saya coba kumpulkan beberapa tips mengenai ditilang ini.
1. Selalu periksa kelengkapan surat-surat kendaraan kita sebelum berangkat.
2. Kalau bisa, jangan satukan uang di dalam dompet. Don’t put all your eggs in one basket. Pisahkan menjadi beberapa bagian. Di dompet sebagian. Di saku sebagian. Agar saat mengeluarkan SIM atau STNK tidak kelihatan orang banyak duit bos.
3. Saat dihentikan pak polisi, usahakan tersenyum dan ngomong dengan biasa. Feed their ego first. Bayangkan mereka harus panas-panasan di jalan. Berikan sedikit empati. Jangan berdebat dengan mereka. Karena mereka bersenjata deretan pasal yang tidak kita hafal. Kecuali kita punya bekal hukum pula, ya mangga.
4. Minta saja slip tilang merah, kalau memang kita tidak mau memberi langsung ke polisi. Istilah mereka adalah “titipan” supaya tidak perlu sidang. Tentu konsekwensinya kita harus meluangkan waktu agar hadir di kemudian hari untuk sidang atau menebus SIM kita. Pertimbangkan juga lokasi sidang. Apalagi kalau kita dari luar kota, tentu tidak lucu kita harus kembali ke kota lain hanya untuk menebus SIM.
5. Beberapa hari setelah ditilang, biasanya SIM/STNK ada di kantor wilayah polisi dimana kita ditilang. Kita bisa menebus di sana, tanpa harus menunggu sidang. Karena pengalaman di sidang lebih lama ngantrinya.
6. Jangan pedulikan calo-calo yang berkeliaran di kantor polisi atau di pengadilan. Urus saja sendiri, kepalang basah kita sudah ditilang, urus sekalian.
7. Kalau memang perlu, sekalian minta kwitansi pembayaran, seperti pengalaman pak Agus Tula. Biasanya sih ga ada, paling juga tulisan di kertas dan dicap. Bilang saja untuk bukti ke kantor.
8. Ada baiknya punya kenalan polisi, apalagi polantas. Sekalipun tidak melepaskan kita dari jerat tilang, tapi setidaknya menjaga kita dari dikerjain oleh oknum polisi.
Ya memang akhirnya kembali ke kelihaian kita bernegosiasi dengan polisi-polisi itu. Cari win-win solution. Jujur saja, terkadang kita butuh waktu, mereka butuh duit.
Saya tidak menganjurkan semua orang untuk menyogok. Kalau kita memang mau mengikuti prosedur yang berlaku silahkan. Saya sangat dukung. Kalau memang kita siap tempur dengan prosedur yang berbelit-belit dan proses yang panjang.
Saya pikir kalau SOP proses sidang diperbaiki, tidak memakan waktu, perlahan-lahan praktek seperti ini akan berkurang. Analoginya saya pikir mirip kemacetan Jakarta sekarang ini. Jalanan macet karena banyak kendaraan pribadi, baik mobil atau motor. Orang memilih membawa kendaraan pribadi karena sarana angkutan umum tidak nyaman dan aman. Angkutan umum tidak nyaman dan aman karena kebanyakan awak hanya mengejar setoran dan tidak memperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan. Berputar-putar seperti lingkaran setan. Untuk memutusnya memang butuh usaha ekstra di satu titik. Putuskan titik tersebut, maka lingkaran akan pecah. Pasti ada pengorbanan yang dibutuhkan. Itu mutlak.
KOTAK KOMENTAR
|